cerita dewasa , cerita kita berdua - Cerita 17 tahun Rahasia Kita berdua. Ketika itu saya baru berumur 12  tahun, sebagai anak tunggal. Sewaktu orang tua saya sedang pergi keluar  negeri. Teman baik ibuku, Tante Susi, yang berumur 26 tahun, diminta  oleh orang tuaku untuk tinggal di rumah menjagaiku. Karena suaminya  harus keluar kota, Tante Susi akan menginap di rumahku sendirian. Tante  Susi badannya agak tinggi, rambutnya dipotong pendek sebahu, kulitnya  putih bersih, wajahnya ayu, pakaian dan gayanya seksi. Tentu saja saya  sangat setuju sekali untuk ditemani oleh Tante Susi. Baca cerita 17tahun  “rahasia kita berdua” hanya di 17tahun1.com.
Biasanya, setiap ada kesempatan saya suka memainkan kemaluanku  sendirian. Tapi belum pernah sampai keluar, waktu itu saya masih belum  mengerti apa-apa, hanya karena rasanya nikmat. Mengambil kesempatan  rumah lagi kosong dan Tante Susi juga belum datang. Setelah pulang  sekolah, saya ke kamar tidurku sendirian memijit-mijit kemaluanku  sembari menghayalkan tubuh Tante Susi yang seksi. Kubayangkan seperti  yang pernah kulihat di majalah porno dari teman-temankuku di sekolah.  Selagi asyiknya bermain sendirian tanpa kusadari Tante Susi sudah tiba  di rumahku dan tiba-tiba membuka pintu kamarku yang lupa kukunci.
Dia sedikit tercengang waktu melihatku berbaring diatas ranjang  telanjang bulat, sembari memegangi kemaluanku yang berdiri. Aduh malunya  setengah mati, ketangkap basah lagi mainin burung. Segera kututupi  kemaluanku dengan bantal, wajahku putih pucat.
Melihatku ketakutan, Tante Susi hanya tersenyum dan berkata”,Eh, kamu  sudah pulang sekolah Asan., Tante juga baru saja datang”. Saya tidak  berani menjawabnya.
“Tidak usah takut dan malu sama Tante, itu hal biasa untuk anak-anak  mainin burungnya sendiri” ujarnya. Saya tetap tidak berani berkutik dari  tempat tidur karena sangat malu. Tante Susi lalu menambah, “Kamu  terusin saja mainnya, Tante hanya mau membersihkan kamar kamu saja,  kok”.
“Tidak apa-apa kan kalau Tante turut melihat permainanmu”, sembari  melirik menggoda, dia kembali berkata “Kalau kamu mau, Tante bisa  tolongin kamu, Tante mengerti kok dengan permainanmu, Asan.”, tambahnya  sembari mendekatiku.
“Tapi kamu tidak boleh bilang siapa-siapa yah, ini akan menjadi rahasia  kita berdua saja”. Saya tetap tidak dapat menjawab apa-apa, hanya  mengangguk kecil walaupun saya tidak begitu mengerti apa maksudnya.
Tante Susi pergi ke kamar mandi mengambil Baby Oil dan segera kembali ke  kamarku. Lalu dia berlutut di hadapanku. Bantalku diangkat  perlahan-lahan, dan saking takutnya kemaluanku segera mengecil dan  segera kututupi dengan kedua telapak tanganku.
“Kemari dong, kasih Tante lihat permainanmu, Tante janji akan  berhati-hati deh”, katanya sembari membujukku. Tanganku dibuka dan mata  Tante Susi mulai turun ke bawah kearah selangkanganku dan memperhatikan  kemaluanku yang mengecil dengan teliti. Dengan perlahan – lahan dia  memegang kemaluanku dengan kedua jarinya dan menuruni kepalanya, dengan  tangan yang satu lagi dia meneteskan Baby Oil itu di kepala kemaluanku,  senyumnya tidak pernah melepaskan wajahnya yang cantik.
“Tante pakein ini supaya rada licin, kamu pasti suka deh” katanya sembari mengedipkan sebelah matanya.
Malunya setengah mati, belum ada orang yang pernah melihat kemaluanku,  apa lagi memegangnya. Hatiku berdebar dengan kencang dan wajahku merah  karena malu. Tapi sentuhan tangannya terasa halus dan hangat.
“Jangan takut Asan., kamu rebahan saja”, ujarnya membujukku. Setelah  sedikit tenang mendengar suaranya yang halus dan memastikan, saya mulai  dapat menikmati elusan tangannya yang lembut. Tangannya sangat mahir  memainkan kemaluanku, setiap sentuhannya membuat kemaluanku bergetar  dengan kenikmatan dan jauh lebih nikmat dari sentuhan tanganku sendiri.
“Lihat itu sudah mulai membesar kembali”, kemudian Tante Susi melumuri  Baby Oil itu ke seluruh batang kemaluanku yang mulai menegang dan kedua  bijinya. Kemudian Tante Susi mulai mengocok kemaluanku digenggamannya  perlahan-lahan sambil membuka lebar kedua pahaku dan mengusap bijiku  yang mulai panas membara.
Kemaluanku terasa kencang sekali, berdiri tegak seenaknya dihadapan muka  Tante Susi yang cantik. Perlahan Tante Susi mendekati mukanya kearah  selangkanganku, seperti sedang mempelajarinya. Terasa napasnya yang  hangat berhembus di paha dan di bijiku dengan halus. Saya hampir tidak  bisa percaya, Tante Susi yang baru saja kukhayalkan, sekarang sedang  berjongkok diantara selangkanganku.
Setelah kira -kira lima menit kemudian, saya tidak dapat menahan rasa  geli dari godaan jari-jari tangannya. Pinggulku tidak bisa berdiam  tenang saja di ranjang dan mulai mengikuti setiap irama kocokan tangan  Tante Susi yang licin dan berminyak. Belum pernah saya merasa seperti  begitu, semua kenikmatan duniawi ini seperti berpusat tepat  ditengah-tengah selangkanganku. Mendadak Tante Susi kembali berkata,  “Ini pasti kamu sudah hampir keluar, dari pada nanti kotorin ranjang  Tante hisap saja yah”. Saya tidak mengerti apa yang dia maksud. Dengan  tibatiba Tante Susi mengeluarkan lidahnya dan menjilat kepala kemaluanku  lalu menyusupinya perlahan ke dalam mulutnya.
Hampir saja saya melompat dari atas ranjang. Karena bingung dan kaget,  saya tidak tahu harus membikin apa, kecuali menekan pantatku keras ke  dalam ranjang. Tangannya segera disusupkan ke bawah pinggulku dan  mengangkatnya dengan perlahan dari atas ranjang. Kemaluanku terangkat  tinggi seperti hendak diperagakan dihadapan mukanya. Kembali lidahnya  menjilat kepala kemaluanku dengan halus, sembari menyedot ke dalam  mulutnya. Bibirnya merah merekah tampak sangat seksi menutupi seluruh  kemaluanku. Mulut dan lidahnya terasa sangat hangat dan basah. Lidahnya  dipermainkan dengan sangat mahir. Matanya tetap memandang mataku seperti  untuk meyakinkanku. Tangannya kembali menggenggam kedua bijiku.  Kepalanya tampak turun naik disepanjang kemaluanku, saya berasa geli  setengah mati. Ini jauh lebih nikmat daripada memakai tangannya.
Sekali-sekali Tante Susi juga menghisap kedua bijiku bergantian dengan  gigitan-gigitan kecil. Dan perlahan turun ke bawah menjilat lubang  pantatku dan membuat lingkaran kecil dengan ujung lidahnya yang terasa  sangat liar dan hangat. Saya hanya dapat berpegangan erat ke bantalku,  sembari mencoba menahan rintihanku. Kudekap mukaku dengan bantal, setiap  sedotan kurasa seperti yang saya hendak menjerit. Napasku tidak dapat  diatur lagi, pinggulku menegang, kepala saya mulai pening dari  kenikmatan yang berkonsentrasi tepat diantara selangkanganku. Mendadak  kurasa kemaluanku seperti akan meledak. Karena rasa takut dan panik,  kutarik pinggulku kebelakang. Dengan seketika, kemaluanku seperti  mempunyai hidup sendiri, berdenyut dan menyemprot cairan putih yang  lengket dan hangat ke muka dan ke rambut Tante Susi. Seluruh badanku  bergetar dari kenikmatan yang tidak pernah kualami sebelumnya. Saya  tidak sanggup untuk menahan kejadian ini. Saya merasa telah berbuat  sesuatu kesalahan yang sangat besar. Dengan napas yang terengah -engah,  saya meminta maaf kepada Tante Susi atas kejadian tersebut dan tidak  berani untuk menatap wajahnya.
Tetapi Tante Susi hanya tersenyum lebar, dan berkata “Tidak apa-apa kok,  ini memang harus begini”, kembali dia menjilati cairan lengket itu yang  mulai meleleh dari ujung bibirnya dan kembali menjilati semua sisa  cairan itu dari kemaluanku sehingga bersih. “Tante suka kok, rasanya  sedap”, tambahnya.
Dengan penuh pengertian Tante Susi menerangkan bahwa cairan itu adalah  air mani dan itu wajar untuk dikeluarkan sekali-sekali. Kemudian dengan  penuh kehalusan dia membersihkanku dengan handuk kecil basah dan  menciumku dengan lembut dikeningku.
Setelah semuanya mulai mereda, dengan malu-malu saya bertanya, “Apakah perempuan juga melakukan hal seperti ini?”.
Tante Susi menjawab “Yah, kadang-kadang kita orang perempuan juga  melakukan itu, tapi caranya agak berbeda”. Dan Tante Susi berkata yang  kalau saya mau, dia dapat menunjukkannya. Tentu saja saya bilang yang  saya mau menyaksikannya.
Kemudian jari-jari tangan Tante Susi yang lentik dengan perlahan mulai  membuka kancing-kancing bajunya, memperagakan tubuhnya yang putih. Waktu  kutangnya dibuka buah dadanya melejit keluar dan tampak besar membusung  dibandingkan dengan perutnya yang mengecil ramping. Kedua buah dadanya  bergelayutan dan bergoyang dengan indah. Dengan halus Tante Susi  memegang kedua tanganku dan meletakannya di atas buah dadanya. Rasanya  empuk, kejal dan halus sekali, ujungnya agak keras. Putingnya warna  coklat tua dan agak besar. Tante Susi memintaku untuk menyentuhnya.  Karena belum ada pengalaman apa-apa, saya pencet saja dengan kasar.  Tante Susi kembali tersenyum dan mengajariku untuk mengelusnya  perlahanlahan. Putingnya agak sensitif, jadi kita harus lebih perlahan  disana, katanya. Tanganku mulai meraba tubuh Tante Susi yang putih  bersih itu. Kulitnya terasa sangat halus dan panas membara dibawah  telapak tanganku. Napasnya memburu setiap kusentuh bagian yang tertentu.  Saya mulai mempelajari tempat-tempat yang disukainya.
Tidak lama kemudian Tante Susi memintaku untuk menciumi tubuhnya. Ketika  saya mulai menghisap dan menjilat kedua buah dadanya, putingnya terasa  mengeras di dalam mulutku. Napasnya semakin menderu-deru, membuat buah  dadanya turun naik bergoyang dengan irama. Lidahku mulai menjilati  seluruh buah dadanya sampai keduanya berkilat dengan air liurku mukanya  tampak gemilang dengan penuh gairah. Bibirnya yang merah merekah digigit  seperti sedang menahan sakit. Roknya yang seksi dan ketat mulai  tersibak dan kedua lututnya mulai melebar perlahan. Pahanya yang putih  seperti susu mulai terbuka menantang dengan gairah di hadapanku. Tante  Susi tidak berhenti mengelus dan memeluki tubuhku yang masih telanjang  dengan kencang. Tangannya menuntun kepalaku ke bawah kearah perutnya.  Semakin ke bawah ciumanku, semakin terbuka kedua pahanya, roknya  tergulung ke atas. Saya mulai dapat melihat pangkal paha atasnya dan  terlihat sedikit bulu yang hitam halus mengintip dari celah celana  dalamnya. Mataku tidak dapat melepaskan pemandangan yang sangat indah  itu.
Kemudian Tante Susi berdiri tegak di hadapanku dengan perlahan Tante  Susi mulai membuka kancing roknya satu persatu dan membiarkan roknya  terjatuh di lantai. Tante Susi berdiri di hadapanku seperti seorang  putri khayalan dengan hanya memakai celana dalamnya yang putih, kecil,  tipis dan seksi. Tangannya ditaruh di pingulnya yang putih dan tampak  serasi dengan kedua buah dadanya diperagakannya di hadapanku. Pantatnya  yang hanya sedikit tertutup dengan celana dalam seksi itu bercuat  menungging ke belakang. Tidak kusangka yang seorang wanita dapat  terlihat begitu indah dan menggiurkan. Saya sangat terpesona memandang  wajah dan keindahan tubuhnya yang bercahaya dan penuh gairah.
Tante Susi menerangkan yang bagian tubuh bawahnya juga harus dimainkan.  Sambil merebahkan dirinya di ranjangku, Tante Susi memintaku untuk  menikmati bagiannya yang terlarang. Saya mulai meraba-raba pahanya yang  putih dan celana dalamnya yang agak lembab dan bernoda. Pertama-tama  tanganku agak bergemetar, basah dari keringat dingin, tetapi melihat  Tante Susi sungguh-sungguh menikmati semua perbuatanku dan matanya juga  mulai menutup sayu, napasnya semakin mengencang. Saya semakin berani dan  lancang merabanya. Kadang-kadang jariku kususupkan ke dalam celana  dalamnya menyentuh bulunya yang lembut. Celana dalamnya semakin  membasah, noda di bawah celana dalamnya semakin membesar. Pingulnya  terangkat tinggi dari atas ranjang. Kedua pahanya semakin melebar dan  kemaluannya tercetak jelas dari celana dalamnya yang sangat tipis itu.
Setelah beberapa lama, Tante Susi dengan merintih memintaku untuk  membuka celana dalamnya. Pinggulnya diangkat sedikit supaya saya dapat  menurunkan celana dalamnya ke bawah. Tante Susi berbaring di atas  ranjang tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Disitu untuk  pertama kali saya dapat menyaksikan kemaluan seorang wanita dari jarak  yang dekat dan bukan hanya dari majalah. Bulu-bulu di atas kemaluannya  itu tampak hitam lembut, tumbuh dengan halus dan rapi dicukur, sekitar  kemaluannya telah dicukur hingga bersih membuat lekuk kemaluannya tampak  dari depan. Tante Susi membuka selangkangannya dengan lebar dan  menyodorkan kewanitaannya kepadaku tanpa sedikit rasa malu. Sembari  bangkit duduk di tepi ranjang, Tante Susi memintaku untuk berjongkok  diantara kedua pahanya untuk memperhatikan vagina nya dari jarak dekat.  Dengan penuh gairah kedua jarinya mengungkap bibir kemaluannya yang rada  tebal dan kehitam-hitaman dan memperagakan kepadaku lubang vaginanya  yang basah dan berwarna merah muda.
Dengan nada yang ramah, Tante Susi menggunakan jari tangannya sendiri  dengan halus, menerangkan kepadaku satu persatu seluruh bagian tubuh  bawahnya. Tempat-tempat dan cara-caranya untuk menyenangkan seorang  wanita. Kemudian Tante Susi mulai menggunakan jari tanganku untuk  diraba-rabakan kebagian tubuh bawahnya. Rasanya sangat hangat, lengket  dan basah. Clitorisnya semakin membesar ketika saya menyentuhnya. Aroma  dari vaginanya mulai memenuhi udara di kamarku, aromanya menyenangkan  dan berbau bersih. Dari dalam lubang vaginanya perlahan-lahan keluar  cairan lengket berwarna putih dan kental dan mulai melumuri semua  permukaan lubang vaginanya. Mengingat apa yang dia sudah lakukan dengan  air maniku, saya kembali bertanya “Boleh nggak saya mencicipi air mani  Tante?” Tante Susi hanya mengangguk kecil dan tersenyum.
Perlahan saya mulai menjilati pahanya yang putih dan sekitar lubang  vagina Tante Susi yang merah dan lembut. Cairannya mulai mengalir keluar  dengan deras ke selangkangannya. Lidahku menangkap tetesan itu dan  mengikuti aliran cairan itu sampai balik ke asal lubangnya. Rasanya agak  keasinan dengan berbau sangat khas, tidak seperti kata orang, cairan  Tante Susi sangat bersih dan tidak berbau amis. Begitu pertama saya  mencicipi alat kelamin Tante Susi, saya tahu yang saya dapat  menjilatinya terus-menerus, karena saya sangat menyukai rasanya. Tante  Susi mendadak menjerit kecil ketika lidahku menyentuh clitorisnya. Saya  tersentak takut karena mungkin saya telah membuatnya sakit. Tetapi Tante  Susi kembali menjelaskan bahwa itu hal biasa kalau seseorang mengerang  waktu merasa nikmat.
Semakin lama, saya semakin berani untuk menjilati dan menghisapi semua  lubang vagina dan clitorisnya. Pinggulnya diangkat naik tinggi.  Tangannya tidak berhenti memeras buah dadanya sendiri, cengkramannya  semakin menguat. Napasnya sudah tidak beraturan lagi. Kepalanya  terbanting ke kanan dan ke kiri. Pinggul dan pahanya kadang-kadang  mengejang kuat, berputar dengan liar. Kepalaku terkadang tergoncang  keras oleh dorongan dari kedua pahanya. Tangannya mulai menjambak  rambutku dan menekan kepalaku erat kearah selangkangannya. Dari bibirnya  yang mungil itu keluar desah dan rintihan memanggil namaku, seperti  irama di telingaku. Keringatnya mulai keluar dari setiap pori-pori  tubuhnya membuat kulitnya tampak bergemilang di bawah cahaya lampu.  Matanya sudah tidak memandangku lagi, tapi tertutup rapat oleh bulu mata  yang panjang dan lentik. Sembari merintih Tante Susi memintaku untuk  menyodok-nyodokkan lidahku ke dalam lubang vaginanya dan mempercepat  iramaku. Seluruh mukaku basah tertutup oleh cairan yang bergairah itu.
Kemudian Tante Susi memintaku untuk berbalik supaya dia juga dapat  menghisap kemaluanku bersamaan. Setelah melumuri kedua buah dadanya yang  busung itu dengan Baby Oil, Tante Susi menggosok-gosokkan dan  menghimpit kemaluanku yang sudah keras kembali diantara buah dadanya,  dan menghisapinya bergantian. Kemudian Tante Susi memintaku untuk lebih  berkonsentrasi di clitorisnya dan menyarankanku untuk memasuki jariku ke  lubang vaginanya. Dengan penuh gairah saya pertama kalinya merasakan  bahwa kelamin wanita itu dapat berasa begitu panas dan basah. Otot  vaginanya yang terlatih terasa memijiti jari tanganku perlahan. Bibir  dan lubang vaginanya tampak merekah, berkilat dan semakin memerah.  Clitorisnya bercahaya dan membesar seperti ingin meledak. Setelah tidak  beberapa lama, Tante Susi memintaku untuk memasukkan satu jariku ke  dalam lubang pantatnya yang ketat. Dengan bersamaan, Tante Susi juga  masukkan satu jarinya pula ke dalam lubang pantatku. Tangannya  dipercepat mengocok kemaluanku. Pahanya mendekap kepalaku dengan keras.  Pinggulnya mengejang keras. Terasa dilidahku urat-urat sekitar dinding  vaginanya berkontraksi keras ketika dia keluar. Saya menjerit keras  bersama-sama Tante Susi sembari memeluknya dengan erat, kita berdua  keluar hampir bersamaan. Kali ini Tante Susi menghisap habis semua air  maniku dan terus menghisapi kemaluanku sampai kering.
Setelah itu kita berbaring telanjang terengah mengambil napas. Badannya  yang berkeringat dan melemah, terasa sangat hangat memeluki tubuhku dari  belakang, tangannya tetap menghangati dan mengenggam kemaluanku yang  mengecil. Aroma dari yang baru saja kita lakukan masih tetap memenuhi  udara kamarku. Wajahnya tampak gemilang bercahaya menunjukan kepuasan,  senyumnya kembali menghiasi wajahnya yang terlihat lelah. Lalu kita  jatuh tertidur berduaan dengan angin yang sejuk meniup dari jendela yang  terbuka. Setelah bangun tidur, kita mandi bersama. Waktu berpakaian  Tante Susi mencium bibirku dengan lembut dan berjanji yang nanti malam  dia akan mengajari bagaimana caranya bila kejantananku dimasukkan ke  dalam kewanitaannya.
Sejak hari itu, selama satu minggu penuh, setiap malam saya tidur di  kamar tamu bersama Tante Susi dan mendapat pelajaran yang baru setiap  malam. Tetapi setelah kejadian itu, kita tidak pernah mendapat  kesempatan kembali untuk melanjutkan hubungan kami. Hanya ada peristiwa  sekali, waktu orangtuaku mengadakan pesta di rumah, Tante Susi datang  bersama suaminya. Di dapur, waktu tidak ada orang lain yang melihat,  Tante Susi mencium pipiku sembari meraba kemaluanku, tersenyum dan  berbisik “Jangan lupa dengan rahasia kita Asan.” Dua bulan kemudian  Tante Susi pindah ke kota lain bersama suaminya. Sampai hari ini saya  tidak akan dapat melupakan satu minggu yang terbaik itu di dalam sejarah  hidupku. Dan saya merasa sangat beruntung untuk mendapat seseorang yang  dapat mengajariku bersetubuh dengan cara yang sangat sabar, sangat  profesional dan semanis Tante Susi.
        

